“Cerminan Multikultur dalam Kain Songket Palembang”
Oleh: Ella Karolina
Juara 1 Lomba Karya Ilmiah Kebudayaan Tingkat Mahasiswa Tahun 2016, diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BNPB) Sumatera Barat dengan tema: “Revitalisasi Kearifan Lokal bagi Penguatan Multikulturalisme Indonesia” Padang, 8 Desember 2016.
1. PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Multikulturalisme
berasal dari tiga
kata yaitu multi yang artinya banyak atau beragam, kulturalartinya budaya dan isme artinya aliran ataupun
paham, jadi secara etimologi berarti suatu pemahaman akan keberagaman
budaya. Budaya yang harus dipahami bukan budaya dalam arti sempit, melainkan
budaya sebagai semua bagian manusia terhadap kehidupannya yang kemudian akan
menghasilkan banyak ilmu dan pengetahuan, seperti sejarah, pemikiran, budaya
verbal, bahasa dan lain-lain. Hakikatnya, Multikulturalisme adalah sebuah
pemikiran yang dapat diartikan sebagai ideologi yang menghendaki adanya
persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik
yang sama. Istilah multikultural juga dapat digunakan untuk menggambarkan
kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Kesimpulannya, multikulturalisme adalah sebuah
ideologi yang mengakui adanya perbedaan dan keanekaragaman baik dalam
kebudayaan, etnis, suku, bangsa, dll yang ada dalam individu atau kelompok
masyarakat namun tetap mengutamakan kesederajatan sosial. Selain itu,
multikulturalisme lebih menekankan kepada sikap masyarakat yang harus menerima
adanya berbagai kelompok manusia yang memiliki kebudayaan dan adat istiadat
berbeda dari masyarakat lainnya namun tidak menganggap perbedaan tersebut
sebagai ancaman melainkan menganggap kebudayaan lain setara pentingnya dengan
kebudayaan mereka sendiri.
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang
termasuk dalam Negara multikultur. Hal yang mendukung kemajemukan dari Negara
Indonesia adalah Indonesia memiliki 470 suku bangsa, 300 bahasa yang masih
digunakan hingga sekarang di berbagai daerah dan 19 daerah hukum adat yang
menjunjung tinggi adatnya masing-masing, didukung dengan penduduk yang tersebar
di seluruh nusantara sekitar 17 ribu pulau, beraneka ragam kekayaan serta
keunikan kebudayaan, menjadikan masyarakat Indonesia yang hidup diberbagai
kepulauan itu mempunyai ciri dan coraknya masing-masing. Hal tersebut membawa
akibat pada adanya perbedaan latar belakang, kebudayaan, corak kehidupan, dan
termasuk juga pola pemikiran masyarakatnya dengan kata lain bisa dikatakan
sebagai masyarakat multikultural.Hal inilah yang membuat
Indonesia menjadi Negara Multikultur yang tercermin dalam Bhinneka Tunggal Ika
yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Salah satu kota di Indonesia, Palembang juga sangat
mendukung Indonesia menjadi Negara multikultur. Hal ini tidak dapat dilepaskan
dari tinjauan sejarah kota Palembang di mulai dari Kerajaan Sriwijaya yang
sudah berhubungan baik dengan beberapa negara seperti Cina, Siam, India hingga
Kesultanan Palembang yang berkaitan erat dengan Kerajaan yang ada di Jawa. Dari
hubungan dan kaitan inilah terjadi akulturasi antara kebudayaan dari
wilayah-wilayah tersebut. Hal ini menyebabkan kebudayaan yang ada di Palembang juga
terbentuk dari pengaruh akulturasi Kerajaan Sriwijaya maupun Kesultanan
Palembang dengan wilayah lain. Contohnya adalah Masjid Cheng Ho yang
mendapatkan pengaruh arsitektur dari Cina, Terbentuknya Kampung Arab di kota
Palembang yang berasal dari hubungan erat Kesultanan Palembang dengan Negara
Timur Tengah. Sehingga dari hubungan baik ini mempengaruhi motif yang ada pada Songket.
Songket sudah dikenal luas di seluruh wilayah di
nusantara, songket yang termasuk dalam tenun ikat ini hampir dimiliki oleh
seluruh wilayah pesisir Indonesia.Setiap daerah yang memiliki maupun
memproduksi songket memiliki ciri khas tersendiri didasarkan pada kebudayaan
daerah tersebut mulai dari motif, corak hingga alat tenun yang dipakai.Seperti
songket yang ada di Palembang memiliki ciri khas dan keunikan
tersendiri.Keunikan itu terutama terdapat pada desainnya.Makna yang terdapat
pada setiap corak dan motif pada songket Palembang tidak hanya untuk
memperindah songket itu saja tetapi sangat berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari masyarakat disana serta kehidupan politik mengenai kekuasaan
juga.Dengan keunikan yang dimiliki oleh songket Palembang, dapat dikatakan
bahwa songket Palembang merupakan produk kain tenun yang mempunyai nilai budaya
yang tinggi serta dihasilkan dari tangan-tangan penenun dari kelompok
masyarakat yang berbudaya tinggi pula. Maka dari itu, bersamaan dengan nilai
filosofis pada motif yang dikandungnya menjadikan songket Palembang berbeda
dengan ragam kain tenun dari daerah lain.
Motif kain Songket Palembang tidak hanya menjadi ciri
khas dari Songket Palembang itu sendiri melainkan cerminan dari multikultural.
Hakikatnya, perkembangan Songket Palembang dari masa ke masa mendapatkan
pengaruh dari setiap era yang ada di Palembang misalnya saja pada masa Kerajaan
Sriwijaya yang cenderung menggunakan motif yang mendapatkan pengaruh dari
kebudayaan cina, pada masa Kesultanan Palembang motif Songket Palembang
menggunakan motif yang mendapatkan pengaruh dari kebudayaan Jawa.
Hal inilah yang menjadikeunikan songket Palembang
dibandingkan songket lain, karena songket Palembang merupakanperpaduan dari
beberapa budaya negara Cina, India, Portugis, dan Siam serta dipadukan juga
dengan kebudayaan dari daerah lain seperti Jambi, Bangka, Lampung, dll.
Pengaruh dari beberapa negara dan daerah inilah yang memberikan kontribusi
terhadap motif yang ada pada songket.Motif yang banyak terdapatpada kain tenun
songket Palembang biasanya berupa flora dan fauna, beberapa motif songket yang
mendapat pengaruh dari kebudayaan lain misalnya motif nago besaung, limar
mentok, bungo cino, dan lain-lain.
Berdasarkan sekilaslatar
belakang tersebut, maka
penulistertarik untuk menulis sebuah Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul“Cerminan Multikultur dalam Kain Songket Palembang”.Masalah
yang menjadi sorotan dalam
Karya Tulis ini adalah mengapa kain Songket Palembang dikatakan
sebagai cerminan multikultur.Adapun tujuan dari Karya Tulis ini adalah untuk
mengetahui cerminan multikultur yang terdapat dalam kain
Songket Palembang.
Manfaat dari Karya Tulis
ini diharapkan dapat memiliki poin penting dalam
memberikan ilmu dan pengetahuan tentang wujud kebudayaan lokal yang masih ada
hingga sekarang.Salah satunya adalah Songket, kain asli dari Palembang yang
memiliki banyak jenis dan motif ini sudah terkenal hingga ke luar negeri.
Namun, orang-orang yang memakai songket tidak banyak yang mengetahui bahwa motif
yang terdapat dalam setiap Songket sangatlah bermakna dan menjadikan Palembang
sebagai kota yang banyak sekali keanekaragaman budayanya. Selain itu, Karya
Tulis Ilmiah ini diharapkan menjadi bacaan bagi semua masyarakat agar tetap
menjaga dan melestarikan hasil kebudayaan di Palembang terutama Songket yang
dapat dikatakan sebagai salah satu hasil kebudayaan Palembang yang sangat
ditonjolkan.
Bagi
Penulis menambah pengetahuan
tentang sejarah lokal dan menunjukkan bahwa di Sumatera Selatan terdapat banyak kebudayaan dan wujud kebudayan yang masih
dipegang serta masih dilestarikan hingga saat ini. Serta bagi
Lembaga untuk referensi dan sumber pengetahuan dan penjagaan terhadap hasil
sejarah lokal di Sumatera Selatan. Secara Praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sarana untuk
meningkatkan kompetensi sebagai mahasiswa yang berilmu agar menjaga sejarah
lokal.
b.
Metodologi Penelitian
Pada
karya tulis ini penulis
menggunakan metode historis, yakni untuk
membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensintesiskan bukti-bukti
untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.
Menurut
Pelto dalam Irwanto dan Sair (2014:12), metodologi sejarah menurut logika adalah suatu
teknik pengamatan dan analisa dalam menyeleksi fakta-fakta suatu peristiwa
dengan menyatakan secara tegas data yang dihasilkan dan menghubungkan data-data
tersebut dalam suatu proposisi yang bersifat teoritis.
Sejarawan
Bernheim dalam Irwanto dan Sair (2014:11) mendefinisikan metode sejarah sebagai teknik riset
atas empat tahap, yaitu :
Heuristik(Pengumpulan Data) yaitu mencari dan menemukan
sumber-sumber sejarah. Tahap pertama dalam metode sejarah
adalah heuristik. Heuristik
merupakan suatu metode yang bertugas menyelidiki sumber-sumber sejarah dan
usaha-usaha untuk mengumpulkan informasi mengenai subjek yang berkaitan
langsung dengan masalah dalam suatu penulisan sejarah.
Kritik
yaitu menilai secara otentik keaslian, kredibilitas suatu sumber. Kritik sumber
umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama.Kritik ini menyangkut
verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi)
dari sumber itu.Dalam metode sejarah dikenal dengan melakukan kritik eksternal
dan kritik internal.
Auffasung
(Interpretasi Data) yaitu sintesis dari fakta yang diperoleh melalui kritik
sumber. Menurut Kuntowijoyo dalam Sulasman (1994:111)
Interpretasi atau penafsiran sejarah sering disebut dengan analisis
sejarah.Analisis berarti menguraikan, menjabarkan suatu data.Analisis secara
terminologi berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan.Analisis dan
sintesis dipandang sebagai metode utama dalam interpretasi data. Dalam
interpretasi, penulis akan menguraikan data dengan menganalisisnya kemudian
menyatukan data tersebut dengan sintesis data.
Darstellung(Historiografi) yaitu penyajian akhir dalam bentuk tulisan.Tahap terakhir dalam metode historis adalah
Historiografi.Historiografi adalah proses penulisan sejarah yang menggunakan daya pikir keterampilan teknis serta didukung
dengan keterampilan
teknis penulis dalam menggunakan pikiran-pikiran
kritis, analitis dan penggunaan
kutipan-kutipan dan catatan-catatan
secara relevan. Pada tahap akhir Historiografi, penulis harus
menghasilkan suatu sintesis ataupun
keseluruhan dari seluruh hasil penelitiannya dalam
suatu penulisan utuh. Keabsahan semua fakta dilihat melalui metode
kritikdapat dipahami hubungannya satu sama lain setelah semuanya ditulis dalam
suatu keutuhan lengkap yaitu historiografi.
2.
PEMBAHASAN
Cerminan
Multikultur yang Terdapat dalam Motif Kain Songket Palembang
a. Tinjauan Historis Kain Songket Palembang
Seni kerajinan tenun songket merupakan warisan budaya
Palembang, yang telah ada sejak beberapa abad yang lalu.Belum ada catatan resmi
kapan tepatnya waktu songket diciptakan. Yudhi Syarofie (2007:13-14) dalam
bukunya “Songket Palembang:Nilai Filosofis, Jejak Sejarah, dan Tradisi”
menguraikan ada duapendapat proses hadirnya songket.
Pendapat pertama menyatakan bahwa songket sudah ada di
Palembang sejak ratusan tahun silam, sebelum masa Kesultanan Palembang yaitu
masa Kerajaan Palembang, terutama pada masa peralihan Sriwijaya-Kerajaan
Palembang pada abad ke-13 hingga ke-15, bahkan ada yang berpendapat bahwa
songket sudah ada sejak kerajaan Sriwijaya. Perkembangan kerajinan tenun
songket berkembang semakin pesat seiring dengan majunya perdagangan
internasional dengan Kerajaan Sriwijaya sebagai pusatnya.Keuntungan Kerajaan
Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dunia terutama di Asia menghasilkan
interaksi dengan berbagai bangsa khususnya dengan bangsa Cina yang memberikan
efek yang besar dalam perkembangan awal Songket, hal ini dapat memicu
terjadinya akulturasi.Adanya persilangan budaya antar bangsa dapat memberikan
dampak besar dalam perkembangan tenun songket Palembang.
Hal ini didukung dengan motif dari kain Songket
Palembang yang dulunya sebelum masa Kesultanan Palembang masih menggunakan
hiasan berupa lukisan atau motif-motif yang menampilkan makhluk hidup seperti
hewan dan manusia.Ada juga kain atau busana yang dihiasi dengan lukisan naga,
bentuk burung hong, serta lukisan kilik ataupun singa.Motif naga juga
digambarkan sangat jelas seperti mitologi naga dalam kepercayaan Cina.
Pendapat kedua menyatakan bahwa songket telah ada
bersamaan dengan berdirinya Kesultanan PalembangDarussalam (1659-1823).Hal ini
didasarkan pada pakaian yang dilukiskan pada gambar Sultan Mahmud Badaruddin II
yang sudah memakai Songket sebagai bagian bawah pakaian.Berdasarkan peraturan
pada waktu itu, yang boleh memakai songket hanya raja, sultan atau kerabat
keraton.Songket dipakai oleh raja untuk acara-acara kebesaran. Namun, pada masa
Kesultanan Palembang ini songket belum ada dalam bentuk kain melainkan dalam
bentuk selendang (Palembang:kemben). Baru pada tahun 1900, selendang songket itu
dibuatkan padanannya yaitu sebuah kain songket.
Hal ini didukung dengan motif Songket Palembang yang
mengalami perubahan setelah Kerajaan Islam mengambil alih kota Palembang. Pada
masa ini, motif-motif yang ada makhluk hidupnya mulai dihapuskan karena disesuaikan
dengan ajaran agama islam yang
mengharamkan melakukan pemujaan terhadap makhluk hidup. Motif burung
atau singa yang semula dilukiskan dengan jelas kemudian diubah menjadi lukisan
yang abstrak sehingga tidak nampak lukisan makhluk hidupnya.Motif naga juga
diubah menjadi pola geometris, sehingga bentuknya tidak benar-benar menyerupai
naga.
Perkembangan tenun songket di Palembang meningkatkan
tenun tersebut menjadi banyak macam, setelah masa kesultanan Palembang itu
muncul tenun ikat dan jenis tenun lainnya. Para pengrajin songket Palembang
mulai membuat sutera dalam bentuk benang dalam sentra industri kerajinan
tradisional yang nantinya akan menjadi kain sutera, dihiasi dengan benang emas
sehingga warnanya menjadi merah dan kuning keemasan. Hal ini terjadi karena
adanya akulturasi budaya antara orang Palembang dan bangsa lain khususnya para
pedagang dari Tiongkok dan Siam yang pada masa itu membawa benang emas sebagai
bahan utama untuk tenun songket Palembang.
Selanjutnya perkembangan
Songket terus meningkat hingga sekarang membuat penenunnya semakin inovatif dan
kreatif.Seiring majunya zaman,motif-motif songket Palembang juga mengalami
perkembangan dan mulai dipadu-padankan dengan kain yang berasal dari Lampung,
Padang dan Medan.
b.
Motif Kain Songket
Palembang yang Mencerminkan Multikultur
Nago Besaung
Motif
ini mengandung makna lambang yang menunjukkan kekuatan dan besarnya kekuasaan
yang dimiliki oleh istana terhadap rakyatnya. Dalam masyarakat, motif ini
dikenal dengan nama naga bertarung karena dalam motif ini terlihat seperti dua
naga sedang memperebutkan bola yang terbuat dari emas. Filosofi motif Songket
Nago Besaung dapat dimaknai Naga melambangkan penguasa sedangkan bola emas
melambangkan simbolisasi dari kekuasaan.
Pengaruh
Cina sangat kuat dalam filosofis Songket Palembang.Dalam mitologi Cina, naga
digambarkan sebagai ular raksasa, bertanduk, bersisik keemasan dan mempunyai
empat kaki.Keempat kakinya itu melambangkan kekuatan dan kekokohan dari naga
tersebut.
Menurut
mitologi Jawa yang berbasis agama Hindu, naga digambarkan dengan hewan yang
tidak mempunyai kaki dan bentuk muka yang berbeda.Sedangkan mitologi Yunani
kuno, naga digambarkan sebagai hewan modifikasi dari hewan purba yaitu
dinosaurus bersayap.Bentuk fisik naga dalam motif ini jika diteliti dengan
cermat adalah penjelmaan naga dalam mitologi Cina.Begitu pula bola emas yang
diartikan sebagai mustika dalam mitologi Cina.
Limar
Warna merah, kuning dan hijau dari motif dasar limar
juga memiliki makna filosofis.Warna merah mendapatkan pengaruh dari kebudayaan
Cina karena Cina sangat berperan dalam memberikan pengaruh motif dalam Songket
Palembang, warna merah menyatakan kegembiraan serta kebahagiaan.Warna kuning
mendapatkan pengaruh dari India yang melambangkan keagungan dan kebangsawanan.
Serta warna hijau yang mendapatkan pengaruh dari Islam yang dinyatakan dalam
Al-qur’an surat Al-Kahfi ayat 31 yang mengatakan bahwa pakaian hijau dari
sutera halus dan tebal adalah orang yang berada di surga adnan serta dalam
beberapa hadits juga dinyatakan bantal di surga warnanya hijau dan warna yang
paling disukai Rasulullah adalah warna hijau (Al-Hakim dan Ahmad).
Songket Limar menggunakan sedikit benang jantung,
benang emas jantung ini hanya digunakan untuk motif-motif tertentu. Pada
awalnya, benang ini berasal dari kota Shanghai yang dibawa oleh pedagang Cina
ke Palembang.
Limar Mentok
Menurut sejarahnya sekitar tahun 1821 pada masa akhir
Kesultanan Palembang banyak para seniman di Palembang yang melarikan diri ke
Mentok. Mentok adalah nama daerah yang sekarang berada di Provinsi Bangka
Belitung. Para seniman melarikan diri karena tidak suka dengan sultan yang
diangkat oleh Belanda.Berdasarkan keterangan dari informan menyatakan bahwa
seniman yang melarikan diri ke Mentok tersebut tetap berkarya membuat Songket
dan hasil karya itu dinamakan Songket Limar Mentok oleh orang Palembang.Dari
segi budaya khususnya kain Songket, Bangka dan Palembang memiliki keterikatan
terputus dan berbeda.Tapi tetap saja, karena pada waktu itu dibuatnya di daerah
Mentok menyebabkan motif ini terpengaruh dari kebudayaan yang ada di Bangka.Di
daerah Bangka Belitung Songket ini dinamakan Kain Tual.Songket ini bahannya
sangat halus karena dibuat oleh para seniman di kalangan keratin Kesultanan
Palembang yang melarikan diri ke daerah Mentok.
Bungo Cino
Nama awalnya adalah songket Bunga Emas, namun dalam
perkembangan selanjutnya songket ini dinamakan Bungo Cino.Songket motif ini
menggunakan banyak benang emas.Songket Bungo Cino hanya digunakan dan
diperuntukkan orang-orang keturunan Cina yang ada di Palembang, maka dari itu
songket ini dinamakan Bungo Cino karena yang boleh memakainya hanya orang Cina
saja.
Bungo Pacik
Songket ini menggunakan benang sutera sebagai bahan
dasar.Perbedaan ini didasari oleh masyarakat keturunan Arab yang menolak untuk
menggunakan benang-benang emas karena dinilai bahwa sebagai manusia dilarang
untuk memakai sesuatu yang berlebihan dan dilarang memamerkan kemewahan.Karena
itulah, songket ini diperuntukkan dan hanya dipakai oleh masyarakat keturunan
Arab.Pacik adalah sebutan bagi perempuan muhajirin Arab.
c.
Kain
Songket Palembang sebagai Bentuk Multikultur di Palembang
Terjadinya akulturasi budaya, menyebabkan orang
Palembang mulai berkreasi dalam pembuatan kain begitu juga pada
pemakaiannya.Setelah tahun 1823 pada masa penjajahan Belanda, aturan pemakaian
kain Songket mulai dihapuskan.Hingga sekarang, setiap orang bisa memakai
Songket Palembang asal mampu membelinya.Hal ini menegaskan bahwa Songket
Palembang memang asalnya dari Palembang namun orang yang memakainya tidak harus
dari Palembang, orang dari suku, agama dan negara manapun bisa membeli dan
memakai kain ini.Keadaan ini sangat mendukung songket sebagai salah satu bentuk
multikultur yang ada di Palembang.
Selain cerminan multikultur yang terdapat dalam motif,
pada umumnya bahan baku dari kain songket didatangkan dari luar negeri. Dahulu
bahan baku benang sutera dibeli dari negara Cina, Taiwan dan Singapura. Benang
emasnya dapat dibeli dari negara India, Siam, Perancis, Jerman dan Jepang.
Benang Nylon dibeli dari negara Jepang
dan obat celup dibeli dari negara Inggris dan Jepang. Didukung dari bahan baku
juga, membuat songket tidak bisa dilepaskan dari multikultur. Dari bahan
bakunya saja sudah berasal dari luar negeri ataupun import, secara tidak
langsung bahan baku ini sudah memberikan sentuhan budaya dari negara asal
pengirim benang-benang tersebut.
Untuk pemasaran, sejak tahun 1966 kerajinan Songket
Palembang mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan permintaan
masyarakat.Keanekaragaman motif membuat Songket Palembang terkenal sampai ke
daerah-daerah di nusantara, pemasarannya juga sudah mencapai Malaysia, Siam,
Arab, Cina dan India.Bahkan baru-baru ini Songket Palembang sudah diperkenalkan
di Amerika dan beberapa negara di Eropa.
Jadi, tidak hanya motifnya saja yang mencerminkan
multikultur namun bahan baku, pemakaian serta pemasaran kain Songket juga
sangat membuktikan bahwa Songket dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk dari
multikultur yang terdapat di kota Palembang.
3. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Pada
masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Palembang menjadi kotapelabuhan dan menjadi
tempatpersinggahan negara-negara seperti Cina, Siam, India dan Portugis.
Persinggahan negara-negaratersebut menyebabkan akulturasi yang memberikan pengaruh
pada motif dan corak warna pada kain songketPalembang.Motif dan corak merah
keemasan yang terdapat pada kain songket Palembang merupakanpertanda adanya
pengaruh negara Cina terhadap kebudayaan setempat.Ketika Kesultanan Palembang
berdiri juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan motif songket, yaitu
mulai dihilangkannya motif-motif yang menyerupai makhluk hidup dan diganti
dengan lukisan yang lebih abstrak, dengan motif-motif geometris, dan
bunga-bunga.
Dari
tinjauan historis inilah terbentuk motif-motif yang mendapatkan pengaruh dari wilayah-wilayah
luar seperti Cina, Thailand, India serta dari wilayah di pulau Jawa.Motif-motif
yang mendapatkan pengaruh tersebut salah satunya adalah Nago Besaung.Motif ini
memperlihatkan naga yang sedang bertarung untuk memperebutkan bola suci atau
bola emas namun sudah dilukiskan secara abstrak.Motif ini mendapatkan pengaruh
dari kebudayaan Cina yang menganggap naga hewan yang kuat.Selanjutnya ada
songket jenis Limar yang memiliki tiga warna yaitu warna merah adalah pengaruh
dari kebudayaan Cina, warna kuning dari India dan warna hijau dari kebudayaan
Islam. Motif songket Limar Mentok juga mendapatkan pengaruh dari daerah Bangka
Belitung, hal ini sehubungan dengan nama daerah yang ada di Bangka Belitung
yaitu daerah Mentok. Motif Bungo Pacik sangat dikaitkan dengan keturunan Arab
serta motif Bungo Cino yang berkaitan erat dengan keturunan Cina.
Disamping
motif, ternyata bahan baku Songket juga dibeli dari luar negeri. Benang sutera
dibeli dari negara Cina serta benang emas dibeli dari negara India. Untuk
pemasaran, Songket sudah dikenal di mancanegara. Songket sudah diperdagangkan
ke Amerika hingga Eropa, terkadang orang Palembang membawa Songket ke luar
negeri untuk dibawa ke pameran yang diadakan oleh pemerintah.Hal ini dilakukan
agar masyarakat luar lebih mengenal kain-kain di nusantara khususnya Songket
Palembang yang memiliki nilai budaya yang tinggi.
Berdasarkan
kesimpulan diatas, dapat dikatakan bahwa Songket terbentuk dari beberapa
kebudayaan dari luar Palembang namun Songket tetap menjadi kekhasan etnis
masyarakat Palembang. Kain Songket juga terdapat di daerah lain di nusantara
namun motif dari Songket Palembang memang berasal dari wilayah Palembang itu
sendiri, motifnya tidak bisa ditemukan di daerah lain karena pembentuk
kebudayaan dari setiap daerah berbeda-beda. Motifnya serta didukung dengan
bahan baku yang berkualitas, membuat Songket Palembang dijuluki “Ratu Segala
Kain” karena kekhasan dan kekayaan estetika motifnya.
Rekomendasi
Karya
tulis ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk tema seminar mengenai
Songket dan multikultural yang ada didalamnya.Karena banyak sekali siswa,
mahasiswa, maupun masyarakat umum yang ada di Palembang mengenal Songket namun
tidak memahami filosofi dan makna yang terkandung di dalamnya.Masyarakat hanya
memakai Songket nya tanpa mengetahui darimana Songket itu berasal, apa bahan
bakunya, sejarah motifnya, dll. Adanya seminar dengan tema Songket dan
multikultural yang ada di dalamnya diharapkan dapat membangun kesadaran
masyarakat akan pentingnya revitalisasi, pelestarian dan pengetahuan mengenai
kebudayaan dan kearifan lokal wilayahnya sendiri khususnya pada kain Songket
Palembang yang sudah dikenal hingga ke luar negeri.
Penulis
juga menyarankan bahasan pada karya tulis ini ditambahkan dalam salah satu mata
kuliah yang ada di program studi pendidikan sejarah Universitas Sriwijaya yaitu
Sejarah Lokal. Penambahan sub bab ini penting untuk mempelajari Songket secara
lebih mendalam. Hal ini perlu dilakukan karena peran mahasiswa sebagai agent
of changeyang membuat mahasiswa berperan penting dalam menyampaikan
pengetahuannya kepada seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A. Fadhil Lubis, Nur, 2006, “Multikulturalisme dalam
Politik : Sebuah Pengantar Diskusi”, Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15288/1/etv-apr2006-%20(3).pdf,
Volume II, Nomor 1, April 2006.
Efrianto, dkk. 2012. Songket Palembang di Provinsi
Sumatera Selatan.Padang : BPSNT Padang Press.
Hanafiah, Djohan. 2005. Dicari Walikota Yang
Memenuhi Syarat.Palembang : CV. Erliza
Irwanto, Dedi dan Alian Sair.
2014. Metodologi dan Historiografi
Sejarah.Yogyakarta :Eja Publisher.
Kuntowijoyo.
1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.
Mansur,
Mgs. 1984. Kerajinan Kain Songket Palembang. Makalah tidak dipresentasikan.
Palembang.
Marianti, Maria Merry dan Istiharini, 2013,“Analisis
Karakteristik dan PerilakuKonsumen Tenun Songket Palembang”, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas
KatolikParahyangan,http://journal.unpar.ac.id/index.php/Sosial/article/download/754/738, 24 Februari 2016.
Sjamsudin,
Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.
Syarofie, Yudhy. 2007. Songket Palembang : Nilai
Filosofis, Jejak Sejarah dan Tradisi. Palembang : Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan.
Sulasman. 2014. Metodologi Penelitian Sejarah.
Bandung : CV Pustaka Setia
Suryabrata, Sumadi. 2010. Metodologi Penelitian.
Jakarta : Rajawali Press.
Suparlan,
Parsudi. 2002. “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”Keynote
Address Simposium
III Internasional Jurnal ANTROPOLOGI INDONESIA, Universitas Udayana,http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/download/3448/2729Denpasar,
Bali, 16–19 Juli 2002.
Tim Penulis Naskah Koleksi Museum Balaputra Dewa. 2010.
Tenun Tradisional Sumatera Selatan. Palembang : Departemen Pendidikan
Nasional.
0 comments:
Post a Comment