Meneladani The Hero In History
Meneladani
The Hero In History
"Agar
Tak Sekedar Nostalgia"
Oleh:
Aulia Novemy Dhita Surbakti, M.Pd
Email: upidhita@gmail.com
Editor: Kms. Gerby Novario
Jumat, 17 Agustus 1945 atau 17 Agustus 2605 dalam tahun Jepang bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat, dengan gagah sosok pria berpeci didampingi seorang pria berkacamata sebagai tandem dwitunggalnya maju dan berdiri dihadapan puluhan bahkan ratusan orang, dengan tegas membacakan beberapa kalimat bersejarah "Proklamasi Kemerdekaan Indonesia...". Setelah pembacaan teks Proklamasi dilakukan upacara sakral "pengibaran Sang Saka Merah Putih" yang mungkin membuat bulu kunduk setiap orang berdiri karena mengobarkan dan mengharukannya peristiwa tersebut. Peristiwa dimana Indonesia dengan lantang menyatakan kemerdekaannya dari "penjajah(han)" dengan cepat menyebar dan menggemparkan Asia Timur Raya bahkan dunia.
Pemberitaan mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Palembang yang disebarkan oleh Mailan melalui kantor berita Domine dan Nungcik A.R melalui radio Hodonan mengalami keterlambatan. Pada awalnya masyarakat Palembang sulit percaya dengan berita tersebut sehingga masih dianggap sebuah desas-desus (belaka) seperti yang diungkapkan oleh Mestika Zed. Walaupun begitu, setelah mendapat berita dari Mailan dan Nungcik A.R., Dr. A.K. Gani dengan sigap melakukan rapat pada tanggal 19 Agustus 1945 di kediaman beliau. Rapat dihadiri oleh para pemuda untuk membicaraka proses pengambilalihan kekuasaan dari Jepang.
Pemberitaan mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Palembang yang disebarkan oleh Mailan melalui kantor berita Domine dan Nungcik A.R melalui radio Hodonan mengalami keterlambatan. Pada awalnya masyarakat Palembang sulit percaya dengan berita tersebut sehingga masih dianggap sebuah desas-desus (belaka) seperti yang diungkapkan oleh Mestika Zed. Walaupun begitu, setelah mendapat berita dari Mailan dan Nungcik A.R., Dr. A.K. Gani dengan sigap melakukan rapat pada tanggal 19 Agustus 1945 di kediaman beliau. Rapat dihadiri oleh para pemuda untuk membicaraka proses pengambilalihan kekuasaan dari Jepang.
Langkah yang diambil oleh Dr. A.K. Gani tersebut sangat
tepat karena berita mengenai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia benar adanya. Hal
ini terbukti setelah kedatangan Menteri Negara, dr. M. Amir bersama dengan
Gubernur Provinsi Sumatra, Mr. Teuku Mohammad Hasan dan Mr. Abbas pada tanggal
24 Agustus 1945 ke Palembang untuk memberikan kepastian mengenai Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 25 Agustus 1945 terbentuk
pemerintahan sipil di Keresidenan Palembang dengan Dr. A.K. Gani sebagai kepala
pemerintahan.
Tersebarnya berita Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia di Palembang merupakan pertanda dimulainya perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Para heroisme pemuda di Palembang menjadi pendekar
ketika Belanda kembali datang ke Palembang untuk menguasai Indonesia seutuhnya.
Bentuk pertahanan dan penolakan para heroisme pemuda Palembang terhadap upaya
Belanda menguasai Palembang dibuktikan dengan Pertempuran Lima Hari Lima Malam.
Pertempuran tersebut terjadi pada tanggal 1-5 Januari 1947 di Palembang yang
terjadi pada tiga front yaitu front seberang ilir timur, front seberang ilir
barat dan front seberang ulu. Kapten A. Rivai merupakan salah satu tokoh
sentral dalam pertempuran tersebut.
Peristiwa mengenai sejarah lokal
Palembang merupakan lumbung pembelajaran nilai-nilai bagi masyarakat Palembang.
Hal ini bersinggungan dengan posisi strategis sejarah dalam pendidikan
intelektual dan pendidikan kemanusiaan. Melalui pendidikan intelektual, sejarah
tidak hanya menyajikan pengetahuan faktual namun juga mengambangkan kemampuan
berpikir kritis dan memahami makna dari suatu peristiwa sejarah menurut kaidah
dan norma keilmuan. Sedangkan melalui pendidikan kemanusiaan sejarah
berorientasi pada nilai-nilai luhur dan norma-norma yang dapat menjadi teladan
anak bangsa. Bahwa setiap daerah memiliki pahlawan lokal daerah yang
berpengaruh terhadap kehidupan yang
kemudian menjadi pahlawan nasional.
Kepahlawanan dalam sejarah memiliki
nilai-nilai heroisme yang dilekatkan pada the
eventful man dan the event making
man. Dua bentuk kepahlawanan dalam sejarah ini diungkapkan oleh Sidney
Hook, seorang filsuf pragmatis Amerika. Disebut the eventful man apabila berpartisipasi dalam peristiwa sejarah dan
disebut the event making man apabila
menciptakan atau menentukan tindakan yang akan diambil sebagai konsekuensi
dalam suatu peristiwa sejarah.
Tindakan para pemuda Palembang dalam
menyampaikan berita dan mempertahankan kemerdekaan di Palembang mengandung
nilai-nilai kepahlawanan. Baik Mailan maupun Nungcik A.R. dan Dr. A.K. Gani
adalah seorang the event making man.
Keterbatasan media dan situasi di Palembang tidak menjadi penghalang Mailan dan
Nungcik A.R. untuk menyampaikan berita penting: “Proklamasi kemerdekaan telah dikumandangkan oleh Soekarno. Kita
merdeka!..”. Hal yang sama dilakukan pula oleh Dr. A.K. Gani. Beliau berani mengambil tindakan dan menjadi pelopor
menggerakkan pemuda di Palembang untuk melakukan hal-hal yang dianggap perlu
setelah menerima berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Nilai patriotisme dan
rela berkorban tak lepas pula dari setiap tindakan tokoh pemuda heroisme
Palembang dalam melewati tiga front pada Pertempuran Lima Hari Lima Malam.
Nilai-nilai perjuangan pahlawan di
Palembang tentu menjadi fokus yang sangat menarik untuk diteladani bahkan
melepaskan isu fundamental pembelajaran sejarah yang telah lama digaungkan
bahwa belajar sejarah hanya menghapal fakta.
Namun dengan pemahaman nilai-nilai kepahlawanan pahlawan lokal,
pembelajaran sejarah semakin bermakna disamping penemuan fakta semakin menarik.
Penghayatan terhadap nilai-nilai kepahlawanan akan melekat dalam kehidupan
sehari-hari dan tentu saja sebagai cerminan jati diri bangsa sehingga peristiwa
sejarah tak sekedar nostalgia.
Indonesia.
Tanah air ku sampai akhir menutup mata.