Situs Telaga Batu
(Sabokingking): Telaga Bersejarah
Situs Telaga Batu atau dikenal juga
dengan nama Situs Sabokingking letaknya sekitar 550 meter ke arah barat laut
situs Gedingsuro, pada sebidang tanah seperti pulau yang dikelilingi air.
Keadaan permukaan tanahnya tidak rata beberapa tempat yang merupakan bekas
rawa, sekarang sudah ditimbun untuk dimanfaatkan sebagai lahan pemukiman. Jarak
antara situs dan tepian sungai Musi sekitar 900 meter menuju ke arah selatan.
Situs ini secara administratif terletak di wilayah kelurahan 2 Ilir, Kecamatan
Ilir Timur II tepatnya di Jalan Makam Sabokingking.
Gambar. Lokasi Situs Telaga Batu (Sabokingking) dari Foto
Satelit
Gambar. Lokasi Situs Telaga Batu (Sabokingking) yang juga
makam Ratu Sinuhun Bangsawan Kerajaan Palembang.
Dari Situs Telaga
Batu (Sabokingking) ini tinggalan budaya masa lampau yang terpenting bagi
penyusunan sejarah kuno Indonesia adalah penemuan sebuah prasasti batu yang
ukurannya cukup besar yang dikenal dengan Prasasti Batu dan penemuan 30 fragmen
batu prasasti Siddhayatra.
a. Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan pada tahun 1918 ditulis dengan
aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, terdiri dari 28 baris tidak berangka
tahun. Prasasti ini merupakan prasasti sumpahan yang terlengkap dari seluruh
prasasti yang dikeluarkan oleh kedatuan Sriwijaya. Prasasti ini juga memiliki
bentuk yang berbeda daripada prasasti lain pada umumnya. Bentuknya seperti
tapal kuda dengan hiasan tujuh ekor naga pada bagian
atasnya dan
terdapat saluran mulut cerat air pada bagian bawahnya. Prasasti Telaga Batu
memiliki ukuran tinggi 149 cm, lebar 124 cm, dan tebal 19 cm. Prasasti tersebut
kini di simpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti Telaga Batu ini juga menggambarkan bagaimana kedatuan Sriwijaya
diperintah, bentuk organisasi pemerintahannya, dan cara mengamankan serta
mempersatukan seluruh wilayah kedatuan Sriwijaya. Menurut Nik Hassan, prasasti
ini pada waktu tertentu dipakai untuk mengangkat sumpah para pejabat kedatuan
Sriwijaya. Air suci disiramkan pada prasasti dan mengalir ke bawah menuju
bagian cerat, dan kemudian ditampung pada wadah atau mangkuk yang kemudian
diminumkan kepada yang disumpah (Utomo, Hanafiah, dan Ambary. 2012:52-57)
b.
Fragmen Batu Prasasti Siddhayatra
Pada awal tahun 1930an, pemerintah Residentie Palembang mengadakan ekskavasi di Sabokingking dan
Schnitger ikut dalam kegiatan itu. Tinggalan budaya masa lampau yang ditemukan
dari Ekskavasi tersebut berupa 30 fragmen batu prasasti yang bertuliskan jayasiddhayatra, beberapa diantaranya
ditambahkan sarvvasatvah. Prasasti
Sidhayatra diindikasikan berfungsi sebagai sarana penziarahan dalam agama
Budha. Diperkirakan tanggalannya sama dengan prasasti Sriwijaya yang lain yaitu
abad ke-7 Masehi. Kata Siddhayatra dapat
diartikan sebagai ziarah dalam bulan Waisak di bangunan suci Budhhis, maka
dapat diduga bahwa tempat penemuan batu-batu Siddhayatra ini merupakan tempat penziarahan agama budha pada masa
Sriwijaya. Fragmen prasasti ini sebagian disimpan di Museum Nasional Jakarta,
dan sebagian disimpan di Museum Sriwijaya TWBKS.
Sumber:
1. _____.1994. Situs-situs Masa Klasik di Kota Palembang. Palembang: Pemda Tingkat I Prov. Sumatera Selatan.
2. Utomo, Bambang Budi, dkk. 2012. Kota Palembang: Dari Wanua Sriwijaya Menuju Palembang Modern. Palembang: Pemerintah Kota Palembang.\
3 ._____. 2007. Menelusuri Jejak-Jejak Peradaban Di Sumatera Selatan. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.
4. Poesponegoro. M.D. dan Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.
0 comments:
Post a Comment